BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Peluncuran
produk Kecap
Pedas ABC dinilai Muhammad Kahfi selaku Brand Manager Heinz, sebagai moment
yang tepat, dimana harga cabai sedang melambung, kehadiran Kecap Pedas ABC bisa
menjadi alternatif bagi para ibu rumah tangga. Selain menjadikan masakan lebih
lezat, kecap Pedas ABC ini juga menjadikan pekerjaan di dapur lebih praktis
terutama bagi ibu-ibu pekerja yang sibuk. Kecap Pedas ABC sendiri terbuat dari
kacang kedelai kuning, gandum, gula merah, serta cabai pilihan yang diproses
secara higenis. Kecap yang kita konsumsi sehari-hari dibuat dengan cara
fermentasi sehingga mempunyai aroma yang baik. Kecap itu dibuat dengan bantuan
jamur/kapang Aspergillus oryzae, Aspergilus niger, Hansenula sp, dan Rhizopus
sp. Selain itu kecap dapat juga difermentasi menggunakan bakteri, yaitu
Lactobacillus delbucki. Di Indonesia dikenal dua jenis kecap, yaitu kecap manis
dan kecap asin. Kecap manis dibuat dari ekstrak kedelai yang ditambah dengan
banyak gula.(5)
Bahan
dasar pembuatan kecap umumnya adalah kedelai yang memiliki kandungan gizi cukup
tinggi, terutama protein dan serat. Ada dua jenis kedelai yang dapat dijadikan
bahan baku pembuatan kecap, yaitu kedelai hitam dan kedelai putih. Sejumlah manfaat kesehatan
yang dapat diperoleh dari kedelai adalah sebagai antioksidan
karena kedelai mengandung senyawa yang disebut isoflavon, mengurangi resiko penyakit jantung dengan membantu
mengurangi kolesterol LDL (kolesterol "jahat") serta penurunan
kemungkinan pembekuan darah, mencegah
kanker karena isoflavon bertindak sebagai agen antikanker yang melawan sel-sel
kanker, mencegah
osteoporosis karena protein kedelai membantu dalam penyerapan yang lebih baik
kalsium dalam tulang, mengatasi gejala menopause
karena kandungan isoflavon pada kedelai membantu untuk mengatur estrogen dan Menjaga berat badan dengan kandungan serat
yang tinggi.(7)
Gula
adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan merupakan
oligosakarida, polimer dengan derajat polimerisasi 2-10 dan biasanya bersifat
larut dalam air yang terdiri dari dua molekul yaitu glukosa dan fruktosa.
Gula memberikan flavor dan warna melalui reaksi browning secara non enzimatis
pada berbagai jenis makanan. Gula paling banyak diperdagangkan dalam
bentuk kristal sukrosa padat. Gula
digunakan untuk mengubah rasa menjadi
manis dan keadaan makanan atau minuman. Dalam industri pangan, sukrosa diperoleh dari bit atau tebu (Winarno 1997). Gula
pereduksi yaitu monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dapat ditunjukkan
dengan pereaksi Fehling atau Benedict menghasilkan endapan merah bata
(Cu2O). selain pereaksi Benedict dan Fehling, gula pereduksi juga bereaksi
positif dengan pereaksi Tollens (Apriyanto et al 1989).
Penentuan gula pereduksi selama ini dilakukan dengan metode pengukuran
konvensional seperti metode osmometri,
polarimetri, dan refraktrometri maupun berdasarkan
reaksi gugus fungsional dari senyawa
sakarida tersebut (seperti metode Luff-Schoorl,
Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan lain-lain). Hasil analisisnya adalah kadar
gula pereduksi total dan tidak dapat menentukan gula pereduksi secara
individual.(6)
Metode Kjeldahl
merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino,
protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi
menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap
titrasi. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah mula-mula bahan
didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida
atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan
indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara
makro dan semimakro. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini
cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan
pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek. Cara Kjeldahl
digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara
tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar
nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi
6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai,
dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83.
Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung
16% nitrogen.(14)
Abu
adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan
kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral
yang terdapat dalam bahan pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu garam
organik misalnya asetat, pektat, mallat, dan garam anorganik, misalnya
karbonat, fosfat,sulfat, dan nitrat. Proses untuk menentukan jumlah mineral
sisa pembakaran disebut pengabuan. Kandungan dan komposisi abu atau mineral
pada bahan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya.(1)
Penggunaan
bahan tambahan atau zat aditif pada makanan semakin meningkat, terutama setelah
adanya penemuan-penemuan termasuk keberhasilan dalam mensintesis bahan kimia
baru yang lebih praktis, lebih murah, dan lebih mudah diperoleh. Penambahan
bahan tambahan/zat aditif ke dalam makanan merupakan hal yang dipandang perlu
untuk meningkatkan mutu suatu produk sehingga mampu bersaing di pasaran. Begitu
juga halnya, bahan pengawet yang ada dalam makanan adalah untuk membuat makanan
tampak lebih berkualitas,tahan lama, menarik, serta rasa dan teksturnya lebih
sempurna.(18) Penggunaan bahan
pengawet dapat menjadikan bahan makanan bebas dari kehidupan mikroba baik yang
bersifat patogen maupun non pathogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan makanan
seperti pembusukan (Tranggono, dkk, 1990). Salah satu bahan pengawet yang
sering digunakan dalam makanan adalah asam benzoate (C6H5COOH).
Pengawet ini sangat cocok digunakan untuk bahan makanan yang bersifat asam
seperti saos tomat. Bahan ini bekerja sangat efektif pada pH 2,5 – 4,0 untuk
mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Mekanisme penghambatan mikroba oleh
benzoat yaitu mengganggu permeabilitas membran sel, struktur sistem genetik
mikroba, dan mengganggu enzim intraseluler (Branen, et. al.,1990).
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas, maka dapat
diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah
kadar gula, kadar abu, kadar protein, kadar garam, kadar total padatan terlarut
dan uji kualitatif pada penggunaan bahan pengawet telah memenuhi persyaratan
SNI kecap Kedelai?
2. Apakah
perlu dilakukan penetapan kadar air pada sampel kecap pedas ABC?
3. Apakah
kadar pengujian logam berbahaya yang terkandung dalam sampel Kecap Pedas ABC telah
memenuhi persyaratan SNI kecap kedelai?
4. Apakah
kandungan cemaran Arsen yang terkandung dalam sampel Kecap Pedas ABC telah memenuhi
persyaratan SNI kecap kedelai?
5. Apakah
kandungan cemaran mikroba yang terkandung dalam sampel Kecap Pedas ABC telah memenuhi
persyaratan SNI kecap kedelai?
C.
Pembatasan
Masalah
Pada
praktikum ini dibatasi pada pengujian kadar gula, kadar abu, kadar protein,
kadar garam, kadar total padatan terlarut dan uji kualitatif pada penggunaan
bahan pengawet apakah telah memenuhi persyaratan SNI kecap Kedelai.
D.
Perumusan
Masalah
Apakah
kadar gula, kadar abu, kadar protein, kadar garam, kadar total padatan terlarut
dan uji kualitatif pada penggunaan bahan pengawet telah memenuhi persyaratan
SNI kecap Kedelai?
E.
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1.
Menentukan kadar pada komposisi Kecap
Pedas ABC dan membandingkannya dengan SNI kecap kedelai dalam rangka
pengendalian mutu standar produk bahan pangan
2.
Membuktikan mutu atau kualitas suatu
produk bahan pangan yang digunakan sehari-hari sehingga menjamin keamanan dan
kesehatan konsumen
3.
Mengetahui metode-metode yang tepat
dalam melakukan analisis kulitatif maupun kuantitatif suatu bahan pangan
F.
Manfaat
Manfaat
dari praktikum ini adalah memberikan informasi dan pengetahuan kepada
masyarakat mengenai kualitas suatu produk bahan pangan yaitu Kecap Pedas ABC
berdasarkan SNI kecap kedelai yang bersumber pada Badan Standardisasi Nasional.
Selain itu, praktikum ini juga diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada
peneliti lain tentang metode-metode yang tepat yang dapat dilakukan dalam
pengujian suatu bahan pangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Penentuan
Kadar Gula
a. Pengertian
Karbohidrat terdapat
dalam semua tumbuhan dan hewan dan penting bagikehidupan. Lewat fotosintesis,
tumbuhan mengonversi karbon dioksida atmosfer menjadi karbohidrat,
terutama selulosa, pati, dan gula. Selulosa adalah blok pembangun
pada dinding sel yang kaku dan jaringan kayu dalam tumbuhan,sedangkan pati
adalah bentuk cadangan utama dari karbohidrat untuk nantinyadigunakan sebagai
makanan atau sumber energi. Beberapa tumbuhan (tebu dan bitgula) menghasilkan
sukrosa.(15) Gula lain,
yakni glukosa, merupakan komponen penting dalam darah. Dua gula lainnya,
ribosa dan 2-deoksiribosa, ialahkomponen material genetik RNA dan DNA.
Karbohidrat lain penting sebagaikomponen koenzim, antibiotik, tulang rawan,
cangkang krustasea, dinding sel bakteri, dan membran sel mamalia (Hart dkk.,
2003).
Karbohidrat
sederhana dapat dipandang sebagai polihidroksi aldehida danketon. Karbohidrat
yang paling sederhana adalah monosakarida. Bila suatu gula mempunyai gugus
aldehid, gula tersebut merupakan suatu aldosa. Namun, bila gula tersebut mempunyai
gugus keto, gula tersebut merupakan suatu ketosa. Suatu monosakarida dikenali
dari jumlah atom karbon yang dikandungnya.(17)
Monosakarida yang paling banyak dijumpai dalam makanan kita adalah
heksosayaitu glukosa dan fruktosa (Bresnick, 1994).Berdasarkan jumlah monomer
pembentuk suatu karbohidrat maka dapatdibagi atas tiga golongan besar yaitu
monosakarida, disakarida dan polisakarida. Istilah sakarida berasal dari bahasa
latin dan mengacu pada rasa manis senyawakarbohidrat sederhana.(24) Monosakarida adalah
karbohidrat yang tidak dapatdihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana
(Tim Dosen Kimia, 2008).
Monosakarida
merupakan karbohidrat sederhana, dalam arti molekulnyahanya terdiri atas
beberapa atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan dengan cara hidrolisis
dalam kondisi lunak menjadi karbohidrat yang lain.(21) Adapun beberapa monosakarida yang penting
yakni glukosa, fruktosa, galaktosa dan pentosa (Poedjiadi, 1994). Glukosa
adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karenamempunyai sifat
dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Di alam,glukosa terdapat
dalam buah-buahan dan madu lebah. Dalam alam glukosadihasilkan dari reaksi
antara karbondioksida dan air dengan bantuan sinar matahari dan klorofil
dalam daun. Proses ini disebut fotosintesis dan menghasilkan glukosa yang
digunakan untuk pembentukan amilum dan selulosa(Poedjiadi, 1994). Glukosa
adalah gula yang mempunyai enam atom karbon dan dengandemikian disebut heksosa.
Karbohidrat lima karbon dikenal sebagai pentosa danselanjutnya. Kenyataan bahwa
gugus karbonil adalah sebuah aldehida yangditunjukkan dengan menggolongkan
glukosa sebagai aldoheksosa. Monosakaridayang amat penting yaitu D-glukosa
sering dikenal sebagai dektrosa. (Pine, dkk.,1988). Bentuk terbuka heksosa
berada pada keseimbangan dengan bentuk hemiasetal atau hemiketalnya.
Glukosa mempunyai bentuk piranosa yang palingdominan dan kedua anomer dan telah
diisolasi. (17)
b.
Macam-macam gula
1.
Gula merah
Gula merah
atau gula Jawa jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan. Gula merah
yang dipasarkan dalam bentuk cetakan batangan silinder, cetakan setengah bola
dan bubuk curah disebut sebagai gula semut(23)
2.
Gula tebu
Gula tebu
kebanyakan dipasarkan dalam bentuk gula kristal curah. Pertama tama bahan
mentah dihancurkan dan diperas, sarinya dikumpulkan dan disaring, cairan yang
terbentuk kemudian ditambahkan bahan tambahan (biasanya menggunakan kalsium oksida) untuk menghilangkan
ketidakkemurnian, campuran tersebut kemudian diputihkan dengan belerang dioksida. Campuran yang terbentuk kemudian
dididihkan, endapan dan sampah yang mengambang kemudian dapat dipisahkan.
Setelah cukup murni, cairan didinginkan dan dikristalkan (biasanya sambil
diaduk) untuk memproduksi gula yang dapat dituang ke cetakan. Sebuah mesin sentrifugal juga dapat digunakan pada proses
kristalisasi.
(23)
Gula batu adalah gula
tebu yang tidak melalui tahap kristalisasi. Gula kotak/blok adalah gula kristal
lembut yang dipres dalam bentuk dadu. Gula mentah (raw sugar) adalah
gula kristal yang dibuat tanpa melalui proses pemutihan dengan belerang.
Warnanya agak kecoklatan karena masih mengandung molase.
(23)
3.
Gula bit
Setelah dicuci,
bit kemudian di potong potong dan gulanya kemudian di ekstraksi dengan air
panas pada sebuah diffuse. Pemurnian kemudian ditangani dengan
menambahkan larutan kalsium oksida dan karbon dioksida. Setelah
penyaringan campuran yang terbentuk lalu dididihkan hingga kandungan air yang
tersisa hanya tinggal 30% saja. Gula kemudian diekstraksi dengan kristalisasi
terkontrol. Kristal gula pertama tama dipisahkan dengan mesin sentrifugal dan cairan yang tersisa digunakan
untuk tambahan pada proses kristalisasi selanjutnya. Ampas yang tersisa (dimana
sudah tidak bisa lagi diambil gula darinya) digunakan untuk makanan ternak dan dengan itu terbentuklah gula
putih yang kemudian disaring ke dalam tingkat kualitas tertentu untuk kemudian
dijual.
(22)
c.
Metode Penetapan kadar gula
Metode
Luff Schoorl menggunakan reagen alkalin yang mengandung tembaga sitrat (ion
Cu2+).(16) Setelah
memanaskan reagen ini dengan larutan yang mengandung gula pereduksi lalu kalium
iodida (KI) dan asam (asam sulfat) ditambahkan setelah didinginkan, iodin
dibebaskan dari reaksi redoks berikut :
2I-
+ Cu2→ I2 + Cu+
Iodin
yang dibebaskan sepadan dengan tembaga non-pereduksi (Cu2+), yaitu : 1 mol I2
dari 1 mol Cu2+. Iodin yang dibebaskan (berwarna coklat-hitam) kemudian
dititrasi (menjadi tidak berwarna) dengan agen pereduksi yaitu natrium
tiosulfat.(18)
Persamaannya yaitu :
I2→
I-
Berwarna
Tidak berwarna
Reagen
Luff Schoorl memiliki sedikit alkali daripada larutan Fehling. Akibatnya, Luff
Schoorl merupakan agen oksidasi yang lebih lemah dan memerlukan pemanasan
sampel yang lebih lama daripada teknik Lane dan Eynon (Nielsen 1998). Proses
iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam
larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya
yang bersifat netral atau sedikit asam, penambahan ion iodida berlebih akan
membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang
setara jumlahnya dengan banyaknya oksidator (Winarno 1997).
Istilah
oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan
oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.
Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi
memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung
mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang
terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu
berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator
reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar
2003).
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namun demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai 1995).
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namun demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai 1995).
Dalam
proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion
iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat
merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung
dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi
banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida,
dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida
ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium,
yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium
dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Underwood 1986).
B.
Penentuan
Kadar Abu
Abu
adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan
kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat
dalam dari bahan pangan terdiri dari dua jenis garam yaitu garam organik
misalnya asetat, pektat, malat, oksalat dan garam anorganik misalnya karbonat,
fosfat, sulfat dan nitrat. Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa
pembakaran disebut pengabuan. Kandungan dan komposisi abu atau mineral
tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya.(1)
Selain
kedua garam tersebut, terkadang mineral berbentuk sebagai senyawa kompleks yang
bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk
aslinya adalah sangat sulit, oleh karenanya biasanya dilakukan dengan
menentukan sisa-sia pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan
pengabuan.(2)
Tujuan penentuan
kadar abu antara lain :
1. Untuk
menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan.
2. Untuk
mengetahui jenis bahan yang digunakan.
3. Untuk
menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintetis.
4. Sebagai
parameter nilai bahan makanan.
Metode pengabuan
terdiri dari tiga macam yaitu:
1. Pengabuan
kering
Pada pengabuan kering menggunakan
tanur pada suhu 5000C – 6000C selama 2 sampai 24 jam.
Pada pengabuan kering ada beberapa mineral yang mudah menguap dan hilang pada
suhu tinggi misalnya yaitu timah, besi dan merkuri.(3)
Keuntungan
menggunakan metode pengabuan kering:
a) Aman
b) Hanya
membutuhkan reagen dalam jumlah sedikit
c) Beberapa sampel dapat dianalisis secara
bersamaan
d) Tidak
memerlukan tenaga pekerja yang intensif
e) Abu
yang dihasilkan dapat dianalisis untuk penentuan kadar mineral spasifik
Kerugian menggunakan
metode pengabuan kering:
a)
Membutuhkan waktu yang lama
b)
Biaya listrik lebih tinggi karena
menggunakan tanur
c)
Kehilangan mineral yang dapat menguap
pada suhu tinggi
2. Pengabuan
basah
Pemanasan dilakukan sampai materi
organik benar – benar hilang dan hanya menyisakan mineral oksida dalam larutan,
biasanya memerlukan waktu 10 menit sampai beberapa jam pada suhu 3500C.(3) Keuntungan dan kerugian
pengabuan basah:
Keuntungan
|
kerugian
|
Mineral volatil yang hilang tidak banyak karena
menggunakan suhu yang lebih rendah
|
Memerlukan lemari asam karena menggunakan asam
perklorat karena sifat yang berbahaya
|
Waktu analisis lebih cepat dari pada pengabuan kering
|
Menggunakan tenaga kerja intensif
|
3. Pengabuan
plasma suhu rendah
Sampel ditempatkan dalam chamber
kaca yang divakumkan dengan menggunakan pompa vakum. Sejumlah oksigen (O2)
dipompakan kedalam chamber tersebut hingga terbentuk 2O dengan aplikasi frekuensi
elektromagnetik radio. (3)
(O2
→ 2O)
Semua bahan organik akan
teroksidasi dengan adanya 2O dan kadar air akan menguap karena peningkatan
suhu. Metode ini menggunakan suhu yang relatif rendah (<1500C)
sehingga mempunyai keuntungan yaitu hilangnya mineral volatil dapat dikurangi
sedangkan kerugian metode ini adalah peralatan yang digunakan relatif mahal. (3)
C.
Penentuan
Kadar Protein
a. Pengertian
Protein merupakan polimer asam amino.
Ada puluhan asam amino yang berbeda merupakan penyusun protein alami. Protein
dibedakan satu sama lain berdasarkan tipe, jumlah dan susunan asam aminonya.
Perbedaan ini menyebabkan perbedaan struktur molekuler, kandungan nutrisi dan
sifat fisikokimia. Protein merupakan konstituen penting dalam makanan, dimana
protein merupakan sumber energi sekaligus mengandung asam-asam amino esensial
seperti lysine, tryptophan, methionine, leucine, isoleucine dan valine
(esensial berarti penting bagi tubuh, namun tidak bisa disintesis dalam tubuh).
Protein juga merupakan komponen utama dalam berbagai makanan alami, yang
menentukan tekstur keseluruhan, misalnya keempukan produk daging atau ikan, dan
sebagainya.(8)
b.
Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl
dikembangkan pada tahun 1883 oleh pembuat bir bernama Johann Kjeldahl. Makanan
didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang dapat ditentukan
kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian
dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel. Prinsip dasar yang sama masih
digunakan hingga sekarang, walaupun dengan modifikasi untuk mempercepat proses
dan mencapai pengukuran yang lebih akurat. Metode ini masih merupakan metode
standart untuk penentuan kadar protein. Karena metode Kjeldahl tidak menghitung
kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung
kadar protein total dan kadar nitrogen.(9)
Faktor konversi 6,25
(setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein) digunakan untuk banyak jenis
makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata, tiap protein mempunyai faktor
konversi yang berbeda tergantung komposisi asam aminonya. Metode Kjeldahl
terdiri dari tiga langkah : digesti, netralisasi dan titrasi.
Prinsip
a. Digesti
Sampel
makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti dan didigesti dengan
pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai oksidator yang dapat
mendigesti makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat tercapainya
titik didih) dan katalis sepert tembaga (Cu), selenium, titanium, atau
merkurium (untuk mempercepat reaksi). Digesti mengubah nitrogen dalam makanan
(selain yang dalam bentuk nitrat atau nitrit) menjadi amonia, sedangkan unsur
oganik lain menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak
dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada dalam bentuk ion amonium (NH4+)
yang terikat dengan ion sulfat (SO42-) sehingga yang
berada dalam larutan adalah : (8)
N
(makanan) → (NH4)2SO4 (1)
b. Netralisasi
Setelah
proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan dengan labu penerima
(receiving flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam labu digesti dibasakan
dengan penambahan NaOH, yang mengubah amonium sulfat menjadi gas amonia :
(NH4)2SO4
+ 2 NaOH → 2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4 (2)
Gas
amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah keluar dari labu
digesti masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat berlebih. Rendahnya pH
larutan di labu penerima mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta mengubah
asam borat menjadi ion borat: (8)
NH3
+ H3BO3 → NH4+ + H2BO3- (3)
c.
Titrasi
Kandungan
nitrogen diestimasi dengan titrasi ion amonium borat yang terbentuk dengan asam
sulfat atau asam hidroklorida standar, menggunakan indikator yang sesuai untuk menentukan
titik akhir titrasi. (8)
H2BO3-
+ H+ → H3BO3 (4)
Kadar
ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi
setara dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan (persamaan 3).
Persamaan
berikut dapat digunakan untuk menentukan kadar nitrogen dalam mg sampel
menggunakan larutan HClxM untuk titrasi. (8)
%N = (5)
Dimana
vs dan vb adalah volume titrasi sampel dan blanko, 14g adalah berat molekul
untuk nitrogen N. Penetapan blanko biasanya dilakukan pada saat yang sama
dengan sampel untuk memperhitungkan nitrogen residual yang dapat mempengaruhi
hasil analisis. Setelah kadar nitrogen ditentukan, dikonversi menjadi kadar
proteind dengan faktor konversi yang sesuai : (8)
% Protein = F x %N.
Keuntungan dan Kerugian
a.
Keuntungan :
· Metode
Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan metode
standar dibanding metode lain.
· Sifatnya
yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode
ini
banyak
digunakan untuk penetapan kadar protein.
b.
Kerugian :
· Metode
ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen
dalam makanan bersumber dari protein.
· Protein
yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan residu asam
amino yang berbeda.
· Penggunaan
asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa katalis.
· Teknik
ini membutuhkan waktu lama.
c. Metode
Dumas Termodifikasi
Akhir-akhir ini, teknik instrumen otomastis telah
berkembang dengan kemampuan penentuan kadar protein dalam sampel dengan cepat.
Teknik ini berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Dumas lebih dari 1,5 abad
yang lalu, dan mulai berkompetisi dengan metode Kjeldahl sebagai metode
standart penentuan kadar protein karena lebih cepat. (8)
Prinsip
Umum
Sampel dengan massa tertentu dipanaskan dalam tangas
pada suhu tinggi (sekitar 900oC) dengan adanya oksigen. Cara ini
akan melepaskan CO2, H2O dan N2. Gas CO2
dan H2O dipisahkan dengan melewatkan gas pada kolom khusus untuk
menyerapnya. Kandungan nitrogen kemudian dihitung dengan melewatkan sisa gas
melalui kolom dengan detektor konduktivitas termal pada ujungnya. Kolom ini
akan membantu memisahkan nitrogen dari sisa CO2 dan H2O.
Alat dikalibrasi dengan senyawa analis yang murni dan telah diketahui jumlah
nitrogennya, seperti EDTA (= 9,59 %N). Dengan demikian sinyal dari detektor
dapat dikonversi menjadi kadar nitrogen. Dengan metode Kjeldahl diperlukan
konversi nitrogen dalam sampel menjadi kadar protein, tergantung susunan asam
amino protein. (8)
Keuntungan
dan kerugian
a. Keuntungan
:
· Jauh
lebih cepat dari pada metode Kjeldahl (di bawah 4 menit per pengukuran,
dibandingkan dengan 1-2 jam pada Kjeldahl).
· Metode
ini tidak menggunakan senyawa kimia atau katalis toksik.
· Banyak
sampel dapat diukur secara otomatis.
· Mudah
digunakan.
b. Kerugian
:
· Mahal.
· Tidak
memberikan ukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen dalam
makanan berasal dari protein.
· Protein
yang berbeda membutuhkan faktor koreksi yang berbeda karena susunan asam amino
yang berbeda.
· Ukuran
sampel yang kecil menyulitkan mendapatkan sampel yang representatif.
d. Metode
Spektroskopi UV-Visible
Sejumlah metode telah ditemukan untuk pengukuran
kadar protein berdasarkan spektroskopi UV-Visible. Metode ini berdasarkan
kemampuan protein menyerap (atau membaurkan) cahaya di daerah UV-Visible. Atau
secara kimiawi atau fisik memodifikasi protein untuk membuatnya menyerap (atau
membaurkan) cahaya di daerah UV-Visible. Prinsip dasar di balik masing-masing
uji ini serupa.(8)
Pertama-tama, semua serapan kurva kalibrasi (atau
turbiditas) vs kadar protein disiapkan menggunakan satu seri larutan protein
yang sudah diketahui kadarnya. Serapan (atau turbiditas) larutan yang
dianalisis kemudan diukur pada panjang gelombang yang sama, dan kadar protein
ditentukan dari kurva kalibrasi. Perbedaan utama pengujian ini adalah gugus
fungsi yang berperan untuk absorbsi atau pembiasan radiasi elektromagnetik,
misalnya ikatan peptida, rantai samping aromatis, gugus inti dan agregat
protein.(8)
Sejumlah metode
UV-visibe untuk penetapan kadar protein sebagi berikut :
Prinsip
·
Pengukuran langsung pada 280nm.
Tryptophan dan tyrosine mengabsorbsi kuat cahaya uv
pada 280 nm. Kandungan tryptophan dan tyrosine berbagai protein umumnya konstan
sehingga serapan larutan protein pada 280 nm dapat digunakan untuk menentukan
kadarnya. (8)
Keuntungan metode ini karena sederhana untuk
dilakukan, non-destruktif, dan tidak dibutuhkan reagen khusus.
Kerugian utama : asam nukleat juga mengabsorbi kuat
pada 280 nm dan sehingga mengganggu pengukuran protein jika ada dalam kadar
yang bermakna.
Namun demikian, metode ini telah berkembang untuk
mengatasi masalah ini, antara lain dengan pengukuran serapan pada dua panjang
gelombang yang berbeda. (8)
e. Metode
Biuret
Warna violet akan terbentuk bila ion cupri (Cu2+)
berinteraksi dengan ikatan peptida dalam suasana basa. Reagen biuret, yang
mengandung semua bahan kimia yang diperlukan untuk analisis sudah tersedia di
pasaran. Reagen ini dicampurkan dengan larutan protein, didiamkan 15-30 menit,
kemudian diukur serapannya pada 540 nm.
(8)
Keuntungan utama dari teknik ini adalah tidak adanya
gangguan dari senyawa yang menyerap pada panjang gelombang yang lebih rendah.
Teknik ini kurang sensitif terhadap jenis protein karena absorpsi yang terjadi
melibatkan ikatan peptida yang ada di semua protein, bukan pada gugus samping
spesifik. (8)
f. Metode
Lowry
Metode
Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin-Ciocalteau
phenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein.
Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm,
tergantung sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar
500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi
dan sebuah puncak besar di sekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan
kadar protein dengan konsentrasi rendah. Metode ini lebih sensitif untuk
protein dengan konsentrasi rendah dibanding metode biuret. (8)
g. Metode
pengikatan pewarna
Pewarna dengan muatan negatif (anionik) ditambahkan
dalam jumlah berlebih pada larutan protein yang pH nya telah disesuaikan
sehingga protein menjadi bermuatan positif (misalnya dibuat di bawah titik
isoelektrik). Protein membentuk kompleks tak larut dengan pewarna karena
interaksi elektrostatik antar molekul, tapi masih tersisa pewarna tak terikat
yang larut. Pewarna anionik berikatan dengan gugus kationik dari residu asam
amino basa (histidine, arganine dan lysine) dan pada gugus asam amino bebas di
ujung. Jumlah pewarna tak terikat terikat yang tersisa setelah kompleks
protein-pewarna dipisahkan (misalnya dengan sentrifugasi) ditentukan dengan
pengukuran serapan. Jumlah protein yang ada di larutan awal berhubungan dengan
jumlah pewarna yang terikat : (8)
[Pewarna terikat] = [Pewarna awal] -
[Pewarna bebas]
h. Metode
Turbimetri
Molekul protein yang umumnya laruta dapat dibuat mengendap
dengan penambahan senyawa kimia tertentu, seperti asam trikloroasetat.
Pengendapan protein menyebabkan larutan menjadi keruh, sehingga konsentrasi
protein dapat ditentukan dengan mengukur derajat kekeruhan (turbiditas). (8)
Keuntungan
dan kerugian
a. Keuntungan
Teknik
UV-visible merupakan teknik yang cepat dan sederhana, serta sensitif terhadap
protein dengan konsentrasi rendah.
(8)
b. Kerugian
:
Sebagian besar teknik UV-visible memerlukan larutan
yang encer dan jernih, serta tidak mengandung senyawa kontaminan yang dapat
mengabsorpsi atau memantulkan cahaya pada panjang gelombang di mana protein
akan dianalisis. Karena diperlukan larutan jernih, maka makanan harus mengalami
sejumlah tahap preparasi sampel sebelum dianalisis, seperti homogenisasi, ekstraksi
pelarut, sentrifugasi, filtrasi, dsb. yang dapat menyita waktu dan tenaga.
Selain itu, kadang-kadang sulit untuk secara kuantitatif mengekstraksi protein
dari jenis makanan tertentu, terutama bila makanan tersebut telah mengalami
proses dimana protein menjadi agregat atau terikat secara kovalen dengan
senyawa lain. Kelemahan lain adalah, serapan tergantung pada jenis protein
(karena protein yang berbeda mempunyai sekuens/urutan asam amino yang berbeda
pula). (8)
D. Penentuan Bahan Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan
untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat
menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian
yang disebabkan oleh mikroba. Penggunaan pengawet dalam bahan pangan harus
tepat, baik jenis dan dosisnya. Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya
tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi
pemakainya baik yang bersifat langsung, misalnya keracunan maupun yang tidak
bersifat langsung atau kumulatif, misalnya bahan pengawet yang bersifat
karsinogenik.(4)
Secara umum
penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut(4):
1.
Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan
baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen.
2.
Memperpanjang umur simpan pangan
3.
Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan
bau bahan pangan yang diawetkan.
4.
Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang
berkualitas rendah.
5.
Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan
yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.
6.
Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan
pangan.
Berdasarkan
Permenkes No. 722/88 terdapat 26 jenis pengawet yanmg diizinkan untuk digunakan
dalam makanan. Adapun kelompok pengawet tersebut adalah: asam benzoat, asam
propionat, asam sorbat, belerang dioksida, etil p-hidroksi benzoat, kalium
benzoat, kalium bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium propionat,
kalium sorbat, kalium sulfit, kalsium benzoat, kalsium propionat, kalsium
sorbat, natrium benzoat, metil p-hidroksi benzoat, natrium bisulfit, natrium
metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitri, natrium propionat, natrium sulfit,
nisin, propil -p- hidroksi benzoat. Penggunaan bahan pengawet tersebut harus mengikuti
dosis yang ditetapkan.
(4)
E. Penentuan Padatan Terlarut
Total Padatan Terlarut atau TDS (Total Disolved Solid) merupakan
parameter fisik kualitas baku dan merupakanukuran zat terlarut (baik zat
organik maupun anorganik, misalnya : garam). Yang terdapat pada sebuah larutan.
TDS meter menggambarkan jumlah zat terlarut part per milion (ppm) atau
sama dengan miligram per liter (mg/L) pada air. Aplikasi utama TDS adalah dalam
studi kualitas air untuk aliran, sungai dan danau, walaupun TDS umumnya
dianggap bukan sebagai polutan utama (misalnya tidak dianggap terkait dengan
efek kesehatan), tetapi digunakan sebagai indikasi karakteristik estetika
air minum dan sebagai indikator agregat kehadiran array yang
luas dari kontaminan kimia.(13)
Senyawa kimia TDS merupakan total zat terlarut yang terdiri
dari zat organik dan anorganik. Yang lebih umum adalah konstituen
kimia kalsium, fosfat, nitrat, natrium, kalium dan klorida, yang terdapat dalam
limpasan air hujan dan limpasan dari iklim bersalju.Pembentukan TDS secara
alami yaitu dari pelapukan batu dan tanah.
(13)
Metode pemeriksaan ada dua macam metode yang digunakan untuk
mengukur kualitas suatu larutan.Untu mengukur TDS, metodenya adalah :
1.
Gravimetri
Metode
gravimetri merupakan metode pengukuran TDS yang paling akurat dan melibatkan
penguapan cairan pelarut untuk meninggalkan residu yang kemudian dapat
ditimbang dengan menggunakan presisi analitas saldo (biasanya mampu
mengukur dengan keakuratan 0,0001
gram). Metode ini umumnya adalah metode yang terbaik,walaupun memerlukan
banyak waktu dan mengakibatkan ketidaktepatan jika proporsi TDS tinggi yang
terdiri atas titik didih bahan kimia organik yang rendah, yang akan menguap bersama dengan air. Dalam keadaan paling
umum garam anorganik terdiri dari sebagian besar TDS, dan metode gravimetric
sesuai untuk digunakan sebagai pemeriksaannya. (13)
2.
Electrical conductivity
Konduktivitas listrik air secara langsung berhubungan dengan
konsentrasi padatan terlarut yang terionisasi dalam air. Ion dari
konsentrasi padatan terlarut dalamair menciptakan kemampuan pada air untuk
menghasilkan arus listrik, yang dapat diukur dengan menggunakan konvensional
konduktivitas meter atau TDS meter. Ketika laboratorium berkorelasi dengan
pengukuran TDS, konduktivitas memberikan nilai perkiraan untuk TDS konsentrasi,
biasanya digunakan untuk pengukuran sepuluh persen akurasi. (13)
F.
Penentuan Garam NaCl cara Morh
Natrium
klorida, juga dikenal dengan garam dapur, atau halit, adalah senyawa kimia dengan rumus molekul NaCl. Senyawa ini adalah garam yang paling memengaruhi salinitas laut dan cairan
ekstraselular pada
banyak organisme multiselular. Sebagai komponen utama pada garam
dapur, natrium klorida sering digunakan sebagai bumbu dan pengawet makanan. (12)
Sodium Chlorida atau
Natrium Chlorida (NaCl) yang dikenal sebagai garam adalah zat yang memiliki
tingkat osmotik yang tinggi. Zat ini pada proses perlakuan penyimpanan benih
recalsitran berkedudukan sebagai medium inhibitor yang fungsinya menghambat
proses metabolisme benih sehingga perkecambahan pada benih recalsitran dapat
terhambat.(12)
Dengan kemampuan
tingkat osmotik yang tinggi ini maka apabila NaCl terlarut di dalam air maka
air tersebut akan mempunyai nilai atau tingkat konsentrasi yang tinggi yang
dapat mengimbibisi kandungan air (konsentrasi rendah)/low concentrate yang
terdapat di dalam tubuh benih sehingga akan diperoleh keseimbangan kadar air
pada benih tersebut. Hal ini dapat terjadi karena H2O akan berpindah
dari konsentrasi yang rendah ke tempat yang memiliki konsentrasi yang tinggi.(12)
Hal ini merupakan hal
yang sangat menguntungkan bagi benih recalsitran, karena sebagaimana kita
ketahui benih recalsitran yaitu benih yang memiliki tingkat kadar air yang
tinggi dan sangat peka terhadap penurunan kadar air yang rendah. Kadar air yang
tinggi menyebabkan benih recalsitran selalu mengalami perkecambahan dan berjamur
selama masa penyimpanan atau pengiriman ketempat tujuan. Namun dengan perlakuan
konsentrasi sodium chlorida (NaCl) maka hal ini dapat teratasi.(12)
Kadar halogen dalam
air dapat dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan suatu metode
analisis titrimetri. Titrasi yang digunakan adalah titrasi Argentometri. Salah
satu metode yang ada dalam analisis ini adalah metode Mohr, yaitu titrasi
argentometri yang menggunakan kromat sebagai indikatornya. Metode ini dapat
digunakan untuk mengetahui kadar klorida dalam air, karena reaksi yang terjadi
cukup spesifik dan khas. Dimana akan terbentuk suatu endapan berwarna merah
bata.(11)
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A.
Penentuan
Kadar Gula
a. Alat dan bahan
·
Alat:
1) Erlemayer
2) Labu
bulat
3) Batu
didih
4) Labu
ukur 250ml
5) Corong
6) Buret
7) Refluks
8) pemanas
·
Bahan:
1) Sampel kecap ABC
2) Na2S2O3
0,1N
3) Larutan
kanji
4) H2SO4
25%
5) H2SO4
(e)
6) KIO3
7) KI
30%
8) Aqua
destilata
9) Na2HPO4
10) Larutan
Luff
b. Prosedur
kerja
I. Pembakuan
Na2S2O3
a. Timbang
seksama 100,00mg KIO3 ditambahkan dengan KI 300mg dan 10ml H2SO4
b. Kemudian
tutup dan homogenkan, biarkan 10menit ditempat gelap
c. Titrasi
dengan Na2S2O3 sampai kuning seulas atau
kuning muda
d. Tambahkan
larutan kanji sampai warna biru
e. Titrasi
kembali hingga warna biru hilang
f. Hitung
normalitasnya
Reaksi:
KIO3
+ 3 H2SO4 + 5KI → 3 I2 + 3K2SO4
+ 3H2O
II. Persiapan
sampel
a. Timbang
seksama 5-10 gram sampel
b. Masukan
dalam labu ukur 100ml, cukupkan ad tanda batas.
c. Saring
dengan saringan berlipat
d. Pipet 25 ml filtrat, masukkan ke dalam labu ukur 250
ml
e. Tambahkan
10 ml ZnSO4 setengah basa berlebih kemudian dikocok
f. Uji
dengan tetesan NaHPO4 10%. Bila timbul endapan putih berarti sudah
cukup. Endapan sempurna dengan Na2HPO4 10%
g. Tambahkan
air hingga tanda tera, dikocok dan dibiarkan sekitar 30menit dan kemudian
disaring.
III. Sebelum
Inversi
a. Pipet filtrat sebanyak 10ml, masukan ke dalam labu
bulat
b. Tambahkan
15ml air dan 25ml larutan Luff (jumlah larutan 50ml)
c. Dipanaskan
selama 3menit sampai mendidih dan didihkan terus selama 10menit dengan refluks
d. Dinginkan
cepat
e. Setelah
dingin tambahkan 10-15ml KI 30% dan 25ml H2SO4 25% dengan
pelan-pelan.
f. Titrasi
dengan larutan Na2S2O3 0,1N sampai larutan
berwarna kuning
g. Tambahkan
larutan kanji sebagai indikator sebanyak
1ml
h. Lanjutkan
titrasi sampai larutan berwarna putih susu
i.
Lakukan penetapan blanko (25ml aquadest
dan 25ml larutan Luff )
Perhitungan:
a. Jumlah
ml (blangko - sampel) tio dikonversikan dulu ke ml tio 0,1000N
b. Dari
daftar dicari mg gula pereduksi (glukosa) yang setara dengan ml tio yang
digunakan (lihat tabel luff schoorl)
|
IV. Setelah
inversi
a. Filtrat
sebanyak 25ml dipipet dan dimasukkan salam labu alas bulat
b. Tambahkan
5ml H2SO4 25% kemudian labu dimasukkan kedalam refluks
c. Biarkan
selama 10menit agar menginversi gula-gula
d. Angkat
dan dinginkan
e. Masukan
kedalam labu ukur 100ml
f. Netralkan
dengan NaOH 30% (menggunakan indikator PP) hingga merah jambu atau hingga PH
netral yaitu 7
g. Cukupkan
ad tanda batas dan homongenkan
h. Pipet
filtrat sebanyak 10ml masukkan kedalam labu bulat
i.
Tambahkan 15ml air dan 25ml larutan Luff
(jumlah larutan 50ml)
j.
Panaskan selama 3menit sampai mendidih
dan didihkan tersu selama 10menit dalam refluks
k. Dinginkan
cepat
l.
Setelah dingin tambahkan 10-15ml KI 30%
dan 25ml H2SO4 25% dengan pelan-pelan
m. Titrasi
dengan larutan tio 0,1N sampai larutan
berwarna kuniing
n. Tambahkan
larutan kanji sebagai indikator sebanyak 1ml
o. Lanjutkan
titrasi sampai larutan berwarna putih
susu
p. Lakukan
penetapan blanko (25ml aquadest dan 25ml larutan Luff)
Perhitungan:
a. Untuk
mendapat mg glukosa, sama seperti pada gula sebelum inversi
|
Total gula dihitung sebagai sukrosa = % sesudah inversi x 0,95
Kadar sukrosa = %
(sesudah inversi – sebelum inversi) x 0,95
B.
Penentuan
Kadar Abu
a.
Alat :
Cawan porselen
Tanur
Desikator
Oven
Hot plate
Timbangan neraca analitik
Bahan : Sampel kecap pedas ABC
b.
Prosedur kerja :
-
Siapkan alat dan bahan
-
Timbang cawan porselen kemudian panaskan
dalam oven dengan suhu 1050C selama 30 menit lalu dinginkan dalam
desikator kemudian timbang kembali
-
Timbang sampel 2-3 g, kemudian masukkan
kedalam cawan
-
Lakukan pengarangan dihot plate sampai
bau gosong
-
Masukkan cawan yang berisi arang ketanur
listrik pada suhu 5500C hingga menjadi warna putih keabu – abuan
-
Dinginkan dalam desikator selama 15
menit kemudian timbang cawan beserta abu yang diperoleh.
C.
Penetapan
Kadar Protein
Alat:
-
Labu kjeldahl
-
Alat destilasi
-
Buret
-
Pemanas
-
Labu ukur
-
Erlenmeyer
-
Pipet volumetric
Cara
kerja:
a. Tahap
Destruksi
- Timbang
0,5 gram bahan yang telah dihaluskan dan masukkan dalam labu Kjeldahl
- Kemudian
tambahkan 7,5 gram K2SO4 dan 0,35 gram dan kemudian
tambahkan 15 ml H2SO4 p
- Panaskan
semua bahan dalam labu Kjeldahl perlahan-lahan dalam lemari asam sampai
berhenti berasap
- Teruskan
pemanasan dengan api besar sampai mendidih dan cairan menjadi jernih
- Teruskan
pemanasan tambahan lebih kurang 1 jam. Matikan api pemanas dan biarkan menjadi
dingin
b. Tahap
Destilasi
- Pipet
10 ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling, tambahkan 10-15 ml NaOH 30%
dengan indicator PP
- Tempatkan
25 ml H3BO3 3% yang telah dibubuhi indicator BCG : MM dalam labu Erlenmeyer dan
diletakkan di bawah labu pipa keluar (outlet) penyulingan
- Hidupkan
air penyulingan
- Sulingkan
selama kurang lebih 10 menit
- Kumpulkan
(tampung) 75 ml sulingan
(destilat)
c. Tahap
Titrasi
Titrasi
harus dilakukan dalam waktu 15 menit dari berakhirnya penyulingan.
- Titar
distilat dengan HCl 0,1 N yang telah dibakukan/distandardisasi, sampai titik
akhir merah
- Hitung
% N dalam sampel
d. Perhitungan
%
N =
%
Protein = % N x Faktor Konfersi
D. Penentuan Bahan Pengawet
Alat :
Erlemeyer
Beaker gelas
Gelas ukur
Hot plate
Bahan :
Sampel kecap pedas ABC
Aquadest
H2SO4 pekat
Eter
FeCl3
Aqua brom
Prosedur kerja :
a. Penentuan
asam salisilat
1.
Dilarutkan 1 bagian sampel dalam 4 bagian
air, diaduk dan bila perlu disaring
2.
Ambil kira – kira 60 ml larutan, asamkan
dengan H2SO4 4N, selanjutnya dikocok 2 kali dengan 20 ml
dan 10 ml eter. Larutan eter tersebut setelah dicampur dengan baik, eternya
diuapkan dengan pemanasan lambat (jangan pakai api langsung)
3.
Residu dilarutkan dalam air dan sebagian
dari larutan yang didapat dicampur dengan beberapa tetes larutan FeCl3
4.
Bilamana terdapat asam salisilat maka
dengan FeCl3 menjadi violet
b. Penentuan
asam benzoat
1.
Dilarutkan 1 bagian sampel dalam 4 bagian
air, diaduk dan bila perlu disaring
2.
Ambil kira – kira 60 ml larutan, asamkan
dengan H2SO4 4N, selanjutnya dikocok 2 kali dengan 20 ml
dan 10 ml eter. Larutan eter tersebut setelah dicampur dengan baik, eternya
diuapkan dengan pemanasan lambat (jangan pakai api langsung)
3.
Residu dicampur dengan 10 tetes H2SO4
pekat dan kemudian dipanaskan 1800C selama 3 menit. Setelah
didinginkan cairannya dibuat alkalis dengan penambahan amonia dan didihkan
4.
Setelah dingin diberi amonium sulfida.
Timbulnya warna merah coklat menunjukan adanya asam benzoate
c. Penentuan
nipagin
1. Dilarutkan
1 bagian sampel dalam 4 bagian air, diaduk dan bila perlu disaring
2. Tambahkan
filtrat dengan FeCl3
3. Jika
terbentuk endapan violet maka positif nipagin
E.
Penentuan
Kadar Padatan Terlarut
Alat :
§ Neraca
analitik
§ Cawan
uap
§ Gegep
besi
§ Oven
§ Penangas
air
§ Desikator
Bahan :
§ Sampel
Kecap Pedas ABC
§ Aquadest
Prosedur kerja :
1. Timbang
sampel + 5 gram dalam cawan uap yang telah diketahui bobotnya.
2. Panaskan
dalam penangas air sampai menjadi lebih kental atau berbentuk seperti gulali.
3. Setelah
seperti gulali, angkat cawan penguap yang berisi sampel dengan gegep besi dari
penangas air.
4. Masukkan
dalam oven suhu 1050 C selama 2 – 3 jam.
5. Dinginkan
dalam desikator setelah 2 – 3 jam dalam oven.
6. Timbang
bobot sampel + cawan sampai bobot konstan.
7. Hitung
persen padatan terlarutnya.
F.
Penentuan
Kadar Garam NaCl metode Mohr
Alat :
·
Neraca analitik
·
Beaker glass
·
Kertas perkamen
·
Erlenmeyer
·
Batang pengaduk
·
Buret schelbach
·
Statip
·
Pipet tetes
·
Gelas ukur
Bahan :
§ Aquadest
§ AgNO3
0,1 N
§ K2CrO4
5 %
§ MgO
§ NaCl
Prosedur
kerja :
Ø Pembakuan
Larutan AgNO3
1. Timbang
NaCl 200,0 mg.
2. Masukkan
dalam Erlenmeyer, tambahkan aquadest sampai larut.
3. Tambahkan
K2CrO4 5 % sebanyak 3 ml.
4. Titrasi
dengan AgNO3 sampai terbentuk endapan merah bata.
5. Lakukan
2 kali pembakuan.
Ø Penentuan
Garam NaCl
1. Timbang
sampel + 5 gram.
2. Masukkan
dalam Erlenmeyer, larutkan dengan aquadest panas 100 ml, homogenkan larutan.
3. Tambahkan
MgO sedikit agar larutan netral. Cek pH.
4. Tambahkan
indicator K2CrO4 5 % sebanyak 3 ml.
5. Titrasi
dengan perlahan sampai terbentuk warna merah bata.
6. Buat
penetapan blanko ( b ) seperti langkah diatas dengan tanpa sampel ( hanya
aquadest ) dan tanpa penambahan MgO (aquadest sudah netral pH = 7 ).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL
a. Hasil Penentuan Kadar Gula
I.
Penimbangan KIO3
a. Kertas
kosong =
0,2109
Sampel + kertas kosong = 0,2684
Sampel KIO3 = 0,2684 – 0,2109
= 0,0575 (57,5 mg)
b. Kertas
kosong =
0,2365
Sampel + kertas kosong = 0,2864
Sampel KIO3 = 0,2864 – 0,2365
= 0,0499 (49,9 mg)
II.
Data pembakuan larutan Na2S2O3
Berat KIO3
|
Volume titran (ml)
|
57,5 mg
|
16, 25 ml
|
49,9 mg
|
14,15 ml
|
III.
Data Volume Na2S2O3
pada perhitungan kadar
|
Volume Na2S2O3
|
Sebelum inversi
|
40, 85ml
|
Sesudah inversi
|
40,45ml
|
Blangko
|
49,85ml
|
Berat sampel = 5. 023,1 mg
a. Perhitungan
dan Hasil
I.
Perhitungan normalitas
N Na2S2O3 = mg sampel KIO3
Be . BM KIO3 V Na2S2O3
a. N
Na2S2O3 =
57,5 mg
1/6 . 214. 16,25ml
= 0.0992N
b. N
Na2S2O3 =
49,9 mg
1/6 . 214. 14,15ml
= 0.0989N
Rata
– rata N Na2S2O3 = 0,0992N + 0.0989N
2
=
0,09905N
II.
Sebelum inversi
Volume tio blanko =
blanko – sampel
=
49,85ml – 40,85ml
|
9,0ml x 0,09905N = 8.9145
0,1N
8,9145
- 8 = X – 19,8
9-8
22,4- 19,8
0,9145
= X- 19,8
2,6
X = 2,377 + 19,8
= 22,1777mg
%gula
sebelum inversi ( gula pereduksi)
=
100/25 x 250/10 x 22,1777 mg x
100%
5.023,1 mg
=
44, 1514 %
III.
Sesudah
inversi
Volume tio blanko =
blanko – sampel
=
49,85ml – 40,45ml
=9,4ml
|
0,1N
9,3107-9 = X – 22,4
10-9
25-22,4
0,3107 = X-
22,4
2,6
X = 0,8078 +
22,4
= 23,20782mg
%gula
sesudah inversi total
=
250/10 x 100/10 x 23,20782mg x 100%
5.023,1mg
=
46,2022 %
Total
gula dihitung sebagai sukrosa = %
sesudah inversi x 0,95
=
46,2022% x 0,95
=
43,8921%
Kadar
sukrosa = % (sesudah inversi – sebelum
inversi) x 0,95
=
(46,2022% - 44, 1514%) x 0,95
=
1,9483 %
b. Hasil Penentuan Kadar Abu
Data
:
1. Cawan
kosong :
39,7981 g
2. Data
bobot konstan :
42,0787 g
(cawan kosong + sampel)
42,0708 g
42,0692 g
42,0692 g
3. Cawan
bobot konstan : 42,0692 g
4. Bobot
sampel :
2,2711 g
5. Bobot
konstan yang dipakai : 42,0692 g
6. Bobot
abu + cawan akhir :
40,0249 g
Perhitungan :
Hasil : kadar abu yang diperoleh pada sampel kecap
pedas ABC adalah
9,9864%
c. Hasil Penentuan Bahan Pengawet
a. Penentuan
asam salisilat
Larutan sampel + H2SO4
4 N + 20 eter (kocok) + 10 ml eter (kocok) sampai bau eter hilang + FeCl3 tidak berwarna violet. Maka sampel
kecap pedas ABC tidak mengandung bahan pengawet asam salisilat
b. Penentuan
asam benzoat
Larutan sampel + H2SO4
4N + 20 eter (kocok) + 10 ml eter (kocok)
sampai bau eter hilang + 10 tetes H2SO4(p) dinginkan + amonium sulfida → berwarna merah
coklat
Maka sampel kecap pedas ABC mengandung
bahan pengawet asam benzoat
c. Penentuan
nipagin
Larutan sampel → saring
→ filtrat → tidak terbentuk warna violet maka sampel kecap pedas ABC tidak
mengandung bahan pengawet nipagin
d. Hasil Penentuan Padatan Terlarut
Data hasil praktikum :
1. Bobot
cawan penguap kosong ( A ) = 34,1844 gram
2. Bobot
sampel yang ditimbang ( W ) = 5, 0755 gram
3. Bobot
cawan + sisa penguapan ( B ) :
a. 37,
4857 gram
b. 37,
4967 gram
c. 37,
4953 gram
Perhitungan :
Rumus % padatan
terlarut = bobot padatan ( B – A ) X
100%
Bobot
contoh ( W )
= ( 37, 4953 gram – 34, 1844 gram ) X 100%
5,
0755 gram
= 65, 2329 %
Kecap pedas ABC 500 ml tanpa pengurangan
dari total gula % dan garam %
Untuk mengetahui
padatan terlarut murni tanpa total gula % dan garam % adalah dengan mengurangi
% padatan terlarut yang diperoleh tadi. Dalam SNI rumus padatan terlarut (
tidak termasuk garam dan gula ) % adalah % total padatan terlarut – total gula
% - garam %. Sehingga diperoleh 65, 2329 % - 43,8921 % - 2,3081 % = 19, 0327 %
padatan terlarut tanpa gula dan garam.
e.
Hasil
Garam NaCl cara Mohr
Data hasil praktikum :
1. Pembakuan
AgNO3
a. Bobot
penimbangan = 201,0 mg ( NaCl ) dan volume titran yang diperoleh 34,00 ml.
b. Bobot
penimbangan = 204,1 mg ( NaCl ) dan volume titran yang diperoleh 34,80 ml.
2. Blanko
diperoleh volume titran 2,10 ml.
3. Kadar
/ penetapan garam NaCl : bobot sampel = 5,0231 gram dengan volume titran
diperoleh adalah 21,70 ml.
Perhitungan :
Ø Pembakuan
AgNO3
N = mg
NaCl
ml AgNO3 X BE NaCl
a. N = 201,0 mg =
0,1011 N
34,00 ml X 58,5/1
b. N = 204,1 mg =
0, 1002 N
34,80 ml X 58,5/1
N
rata – rata = ( 0,1011 N + 0, 1002 N ) : 2 = 0, 1006 N
Ø Penentuan
Garam NaCl
% NaCl = ml AgNO3 ( a – b ) X N AgNO3
X BE NaCl X 100 %
mg sampel
% NaCl = ( 21, 70 ml – 2,10 ml ) X 0, 1006 N X
58,5/1 X 100%
5023,1 mg
= 2, 3081 %
B.
PEMBAHASAN
a. Pembahasan Penentuan Kadar Gula
Gula
pasir atau sukrosa merupaka jenis gula yang paling banyak dipakai sebagai
pemanis karena rasanya lebih dapat memberikan kenikmatan sehinggga dianggap
sebagai pemanis baku. Pada praktikum penentuan kadar gula dengan sampel kecap
pedas ABC. Diketahui pada SNI mengandung sukrosa. Sukrosa merupakan gula
inversi yang tersusun atas 2 gula pereduksi glukosa dan fruktosa. Gula
pereduksi merupakan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa penerima
elektron. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus
aldehid atau keton bebas. Fruktosa merupakan gula pereduksi yangmemiliki gugus
keton bebas dan glukosa merupakan gula pereduksi yang memiliki gugus aldehid
bebas. Namun bila dalam bentuk sukrosa, ia merupakan gula inversi. Maka pada waktu
penentuan kadar gula tidak dapat dilakukan secara langsung (tidak dapat
ditentukan masing – masing kadar secara individual) didapat kadar gula
pereduksi total. Dilakukan dengan 2 tahap yaitu menentukan %kadar sebelum dan
sesudah inversi. Dengan menggunakan reagen Luff yang terdiri atas CuSO4,
asam sitrat dan Na karbonat, yaang dapat mengakibatkan terjadinya reaksi
reduksi- oksidasi yang akan mereduksi Cu2+ sehingga terbentuk
endapan CuO berwarna merah bata. Penentuan kadar glukosa dilakukan dengan
methode iodimetri dengan larutan titran Na2S2O3.
Indikator yang digunakan adalah larutan kanji dengan titik akhir hilangnya
warna biru. Sebelumnya dilakukan penetapan kadar blangko sebagai faktor
koreksi.
Dari
praktikum ini diperoleh kadar total gula dihitung sebagai sukrosa adalah
43,8921% yang jika dibandingkan dengan persyaratan SNI yaitu kadar total gula
dihitung sebagai sukrosa adalah tidak kurang dari 30%. Maka hasil yang didapat
memenuhi persyaratan SNI.
b. Pembahasan Penentuan Kadar Abu
Pengukuran kadar abu
bertujuan untuk untuk mengetahui besarnya kandungan
mineral yang terdapat dalam sampel kecap pedas ABC. Penentuan abu secara langsung
(cara kering) penentuan kadar abu adalah dengan
pengoksidasikan semua zat organic pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 550-600oC. Penentuan kadar abu berhubungan erat
dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta
kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Bahan yang akan di abukan di
tempatkan dalam wadah khusus yang di sebut krus yang dapat terbuat dari
porselin, silica, quarzt, nikel atau platina dengan berbagai kapasitas (25-100
ml). Pemilihan wadah ini di sesuaikan dengan bahan yang akan di abukan.
Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar anara 2-8
jam. Pengabuan di anggap selesai apabila di peroleh pengabuan yang umumnya
berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan
dingin, untuk itu maka krus yang berisi abu yang di ambil dari dalam tanur harus lebih dahulu di masukan
ke dalam oven bersuhu 105oC supaya suhunya turun, baru kemudian di masukan ke dalam desikator sampai dingin. Desikator yang di gunakan harus di
lengkapi dengan zat penyerap uap air misalnya silica gel atau kapur aktif atau
kalsium klorida, sodium hidroksida, supaya desikator dapat mudah di geser tutupnya maka permukaan
gelas di olesi dengan vaselin.
Sebelum
pada tahap pengabuan, dilakukan tahap pengarangan terlebih dahulu. Pengarangan
dilakukan dengan cara memanaskan bahan uji dalam cawan porselen di atas api.
Hal ini dilakukan untuk menguapkan zat organik dalam bahan pangan. Pengabuan
adalah tahapan utama dalam proses analisis kadar abu suatu bahan, Pada tahap
ini menggunakan tanur. Kadar abu ditentukan berdasarkan kehilanganberat setelah
pembakarandengan syarat titik akhir pembakaran dihentikan sebelum terjadi
dekomposisi dariabu tersebut. Misalnya, suhu terlalu tinggi menghasilkan
komponen dekomposisi sehingga menguap.
Hasil yang diperoleh saat
penentuan kadar abu pada sampel kecap padas ABC adalah . Abu yang diperoleh pada sampel kecap pedas ABC lumayan tinggi, Tingginya
kadar abu pada suatu bahan makanan menunjukkan bahwa makanan tersebut kurang
baik dalam segi keaslian bahan dan diduga terjadi pemalsuan dalam makanan
tersebut karena kadar abu dalam suatu bahan pangan berhubungan erat dengan
kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan
suatu bahan yang dihasilkan. Tetapi kemungkinan kesalahan pada saat dilakukan
penentuan kadar abu juga mungkin terjadi karena beberapa faktor misalnya
kesalahan dalam pengarangan, ketidaktelitian dalam mengukur berat, kurang
memperhatikan prosedur yang telah ditetapkan dan lain – lain.
c. Pembahasan Penentuan Kadar Protein
Analisa protein
yang dilakukan pada sampel kecap pedas ABC adalah analisa metode Kjeldahl. Pada
analisa metode ini ada tiga tahapan yang harus dilakukan, yaitu destruksi,
netralisasi dan titrasi. Analisa yang dilakukan baru mencapai tahapan pertama
yaitu tahap destruksi saja. Pengujian belum dilanjutkan ke tahap selanjutnya
sehingga hasilnya belum diketahui. Namun, SNI 01 – 3543 -1999 mempersyaratkan
bahwa kecap kedelai harus mengandung protein minimal 2,5%.
d.
Pembahasan
Penentuan Bahan Pengawet
Setelah
dilakukan pengujian penetapan nipagin sebagai bahan pengawet pada sampel kecap
pedas ABC maka diperoleh hasil bahwa sampel kecap pedas ABC tidak mengandung
pengawet nipaginkarena pada saat filtrat sampel kecap pedas ABC ditambahkan
FeCl3 tidak menghasilkan warna violet. batas
maksimum nipagin yang diizinkan untuk digunakan adalah 250 mg/kg. Sedangkan
Berdasarkan Acceptable Daily Intake (ADI) atau asupan yang masih dapat diterima
tubuh per hari untuk nipagin adalah 10 mg/kg berat badan per hari.
Dilakukan
pengujian penetapan bahan pengawet asam benzoat dan diperoleh hasil bahwa
sampel kecap pedas ABC positif mengandung bahan pengawet asaam benzoat yang
ditandai dengan penambahan amonium sulfida menghasilkan warna merah coklat.
Penggunaan pengawet Benzoat dimaksudkan untuk mencegah kapang dan bakteri.
Benzoat sejauh ini dideteksi sebagai pengawet yang aman. Batas atas benzoat
yang diijinkan dalam makanan 0,1% di Amerika Serikat, sedangkan untuk
negara-negara lain berkisar antara 0,15-0,25%. Untuk negara-negara Eropa batas
benzoat berkisar antara 0,015-0,5%. Sedang di Indonesia, berdasarkan Permenkes
RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/ Menkes/Per/X/1999 batas maksimal
penggunaan asam benzoat dan natrium benzoat adalah 0,1% atau 1 gram asam
benzoat setiap 1 kg bahan makanan. Selain berfungsi sebagai bahan pengawet,
asam benzoat juga berperan sebagai antioksidan karena pada umumnya antioksidan
mengandung struktur inti yang sama, yaitu mengandung cincin benzen tidak jenuh
disertai dengan gugus hidroksil atau gugus amina. Antioksidan dapat menghambat
setiap tahap proses oksidasi, dengan penambahan antioksidan maka energi
persenyawaan aktif ditampung oleh antioksidan sehingga reaksi oksidasi
berhenti.
Pada
saat dilakukan pengujian penetapan bahan pengawet diperoleh hasil bahwa sampel
kecap pedas ABC negatif mengandung asam salisilat hal ini sesuai dengan
komposisi pengawet yang digunakan yaitu asam benzoat.
Asam
salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan di Indonesia.
Pasalnya, asam salisilat memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan.
Bahkan ketika ditambah air, asam salisilat tetap memberikan gangguan kesehatan
pada tubuh karena dapat menyebabkan nyeri, mual, dan muntah jika tertelan.
e. Pembahasan Penentuan Padatan Terlarut
Metode
yang digunakan dalam pengujian ini yaitu dengan metode gravimetri dengan
penguapan dan memghilangkan kadar air dan zat – zat yang terlarut dalam sampel
atau kecap pedas ABC. Hasil penentuan total padatan diperoleh kadar sebesar 19,
0327 % pada sampel 5 gram tanpa total gula dan garam. Hasil dicocokan dengan
SNI yaitu minimal 10 % dan memenuhi
syarat SNI nomor 01 – 3543 - 1999.
f.
Pembahasan
Penentuan kadar garam NaCl cara Mohr
Metode
yang digunakan dalam pengujian ini yaitu dengan metode gravimetri dengan
penguapan dan memghilangkan kadar air dan zat – zat yang terlarut dalam sampel
atau kecap pedas ABC. Hasil penentuan total padatan diperoleh kadar sebesar 19,
0327 % pada sampel 5 gram tanpa total gula dan garam. Hasil dicocokan dengan
SNI yaitu minimal 10 % dan memenuhi
syarat SNI nomor 01 – 3543 - 1999.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1.
Dari praktikum ini diperoleh kadar total
gula dihitung sebagai sukrosa adalah 43,8921% yang jika dibandingkan dengan
persyaratan SNI yaitu kadar total gula dihitung sebagai sukrosa adalah tidak
kurang dari 30%. Maka hasil yang didapat memenuhi persyaratan SNI.
2.
Hasil yang diperoleh saat penentuan kadar abu pada sampel kecap
padas ABC adalah .
3.
Pada analisa protein metode Kjeldahl ini
ada tiga tahapan yang harus dilakukan, yaitu destruksi, netralisasi dan
titrasi. Analisa yang dilakukan baru mencapai tahapan pertama yaitu tahap
destruksi saja sehingga hasilnya belum diketahui. Namun, SNI 01 – 3543 -1999
mempersyaratkan bahwa kecap kedelai harus mengandung protein minimal 2,5%.
4.
Dilakukan pengujian penetapan bahan
pengawet asam benzoat dan diperoleh hasil bahwa sampel kecap pedas ABC positif
mengandung bahan pengawet asam benzoat yang ditandai dengan penambahan amonium
sulfida menghasilkan warna merah coklat. Maka sesuai dengan komposisi kecap ABC
yang tertera pada etiketnya.
5.
Hasil penentuan total padatan diperoleh
kadar sebesar 19, 0327 % pada sampel 5 gram tanpa total gula dan garam. Hasil
dibandingkan dengan SNI yaitu minimal 10
% dan memenuhi syarat SNI nomor 01 – 3543 - 1999.
6.
Hasil penentuan total padatan diperoleh
kadar sebesar 19, 0327 % pada sampel 5 gram tanpa total gula dan garam. Hasil
dibandingkan dengan SNI yaitu minimal 10
% dan memenuhi syarat SNI nomor 01 – 3543 - 1999.
B.
Saran
Metode yang baik
dalam suatu analisi kuantitatif seharusnya memenuhi criteria yaitu peka
(sensitive), presisi (precise), akurat (accurate), selektif dan praktis. Selain
itu dalam pemilihan metode analisis harus memperhatikan factor-faktor yaitu
tujuan analisis, macam dan jumlah bahan yang dianalisis, ketepatan dan
ketelitian yang diinginkan, lamanya waktu yang diperlukan untuk analisis dan
peralatan yang tersedia
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anonim.http://www.scribd.com/doc/14098247/Laporan-praktikum-Penentuan
kadar-Abu. diakses tanggal 23 april 2012 pukul 09.00 WIB.
2.
Anonim.http://chicamayonnaise.blogspot.com/2010/02/abu-penentuan-kadar
abu.html.diakses tanggal 23 april 2012 pukul 10.20 WIB.
3. Anonim.http://eviaws.blogspot.com/2011/06/laporan-pengabuan-azg-kelompok-4-kamis.html.
diakses tanggal 24 april 2012 pukul 19.20 WIB.
4. Anonim.http://hurulsilmi.blogspot.com/2012/01/penaksiran-level-kandungan-asam-benzoat.html.
diakses tanggal 24 april 2012 pukul 20.20 WIB.
5. Anonim.http://food.detik.com/read/2011/01/31/161010/1557382/294/kecap-pedas-abc-terbaru-dari-heinz.
diakses tanggal 27 april 2012 pukul 21.00
6. Anonim.http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/j%20kim%20vol%203%20no%202%20-5.pdf diakses tanggal 27 april 2012 pukul
21.00
7. Anonim.http://id.shvoong.com/products/2246024-manfaat-kecap
kedelai/#ixzz1tEsvisl2. diakses tanggal 27 april 2012 pukul
21.00
8. Anonim.
http://rinaherowati.files.wordpress.com/2011/10/2-analisis-protein_.pdf diakses
tanggal 29 april 15.00
9. Anonim.http://chemistryismyworld.blogspot.com/2011/03/makalah-analisa-protein-metode-kjeldahl.html
diakses tanggal 29 april 15.00
10. Anonim.http://misnanidulhadi.blogspot.com/2011/03/praktikum-teknik-lingkungan-total.html
diakses tanggal 29 april 15.00
11. Anonim.http://soera.wordpress.com/2011/01/12/titrasi-argentometri-metode-mohr/
diakses tanggal 29 april 15.00
12. Anonim.
http://id.wikipedia.org/wiki/Natrium_klorida diakses tanggal 29 april 15.00
13. Bresnick,
S. D., 1994, Intisari Kimia Organik ,
diterjemahkan
oleh Hadian
Kotong, Lippincott Williams &
Wilkins Inc. USA, 69.
14. Budiyanto,
M.A.K. 2002. Dasar- Dasar Ilmu Gizi.
Malang: UMM Press.
15. De man, John M. 1997. Kimia
Makanan. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
16. Feseenden dan Fessenden. 1997. Dasar-Dasar
Kimia Organik. Jakarta: Binarupa Aksara.
17.
Hart, H., Craine, L.
E., dan Hart, J. D.2003. Kimia Organik edisi
kesebelas, diterjemahkan oleh Suminar Setiati Achmadi. Jakarta: Erlangga
18.
Jalip, IS.
2008. Praktikum Kimia Organik,
Edisi kesatu. Jakarta: Laboratorium Kimia Universitas Nasional.
19. Nelson,
N.1944. A Photometric Adaptation of The
Somogyi Method For The Determination of Glucose, Journal
of Biological Chemistry, 163, 375-380.
20. Pine,
S. H., J., B., Hendrickson, D., J., Cram, dan G., S., Hammond.1988. Kimia Organik 2 edisi keempat,
diterjemahkan oleh Hamid A. Bandung: ITB
21. Poedjiadi,
A. 2005. Dasar-Dasar Biokimia edisi revisi.
Jakarta: UI-Press
22. Sastrohamidjojo,H
.1996. Sintesis
Bahan Alam. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
23. Sudarmadji,
S., Haryono, B., dan Suhardi. 2003. Analisa Bahan makanan
dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty
24. Winarno, F.G. 1997. Kimia
Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.